14 April 2025 - 19:36
Source: Parstoday
Kecerdasan Militer Yaman Runtuhkan Kekuatan AS di Laut Merah

Pars Today – Berlanjutnya operasi militer Yaman, di Laut Merah, dan ketidakmampuan Amerika Serikat, menghadapi operasi itu secara efektif, membuktikan keruntuhan perlahan status AS sebagai kekuatan maritim besar, dan kegagalan menjaga kepentingannya.

Media AS, National Interest menulis, “Houthi (Ansarullah) Yaman, dengan memanfaatkan secara cerdas kelemahan dan tekanan di luar batas atas Angkatan Laut AS, telah berhasil mengontrol salah satu perairan paling vital di dunia.”

Menurutnya pasukan Yaman, meski terus digempur oleh Angkatan Laut AS dan sekutu-sekutunya, tetap melanjutkan ancaman di Laut Merah, dan sudah hampir setahun menutup perairan strategis ini. Akhirnya, sekarang semakin banyak kapal yang terpaksa menempuh jalur laut yang lebih jauh, dan penuh biaya di selatan Benua Afrika.

Di era baru perang laut, sistem-sistem rudal anti-kapal laut, dan drone-drone Angkatan Bersenjata Yaman, membuka kesempatan untuk menutup Selat Bab El Mandeb, yang strategis itu.

Jalan buntu yang dihadapi AS sebagai salah satu kekuatan maritim besar dunia, memberikan pesan berbahaya. Pelajaran dari perkembangan ini adalah kemajuan teknologi. Drone-drone dan sistem rudal darat saat ini lebih mudah menembak kapal-kapal perang di permukaan dari jarak ratusan atau bahkan ribuan kilometer.

Serangan-serangan Ansarullah Yaman, di Laut Merah, membuktikan bahwa terdapat kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Angkatan Laut AS. Kini, AL Amerika Serikat bukan lagi AL terbesar di dunia. 

Posisi Angkatan Laut AS sudah tergantikan oleh Cina, karena sampai sekarang belum mampu menemukan strategi-strategi yang tepat untuk menghadapi ancaman-ancaman baru.

Kapal induk dan kapal-kapal perang canggih, serta mahal milik Angkatan Laut AS, tidak terlalu cocok untuk perang semacam ini, dan penyesuaian terhadap kondisi baru mungkin saja memakan waktu bertahun-tahun.

Poin penting kedua adalah perluasan di luar batas janji-janji Angkatan Laut AS. Armada militer AS terpaksa mengerahkan dua kelompok kapal induk ke Laut Merah, untuk melindungi kapal-kapal perang serta dagang dari serangan Houthi. Tapi dengan kehadiran luas armada tempur tersebut, AS masih saja tidak mampu membuka blokade laut yang dilakukan Ansarullah Yaman.

Pada saat yang sama, tantangan-tantangan baru termasuk ancaman Cina, masih terus berlanjut. Sementara Cina, memiliki lebih dari 400 unit kapal perang, Armada Samudra Pasifik AS, hanya memiliki sekitar 200 unit kapal saja.

Infrastruktur industri dan pembuatan kapal AS yang sudah usang, menghambat kemajuan Angkatan Laut AS dibandingkan Cina. Namun demikian, AS berjanji untuk melindungi sekutu-sekutunya seperti Filipina, Jepang, dan Korea Selatan, juga harus siap untuk melindungi Taiwan.

Lebih dari itu, Angkatan Laut AS, harus siap berhadapan dengan Iran. Awal tahun 2025, Angkatan Laut AS, ikut melindungi Israel, dari serangan rudal dan drone Iran, di saat yang sama berperang dengan pasukan Yaman, di Laut Merah.

Kondisi semacam ini, akan membuat kehadiran permanen dan berbiaya besar Angkatan Laut AS, di Laut Merah, dalam rangka menghadapi ancaman-ancaman sporadis serta terus menerus dari Ansarullah, menjadi tidak langgeng.

Dengan memahami kenyataan ini, pemerintahan Presiden Donald Trump, baru-baru ini memutuskan untuk meningkatkan eskalasi operasi, dan menerjunkan pesawat-pesawat lebih banyak termasuk pesawat pembom B2, untuk menyerang Yaman.

Akan tetapi sampai saat ini masih belum jelas apakah dengan bersandar sepenuhnya pada kekuatan udara akan mampu memberikan hasil yang diharapkan atau tidak.

Sekali pun dalam tiga pekan terakhir lebih dari satu miliar dolar dalam bentuk amunisi udara sudah dihabiskan oleh AS untuk menggempur Yaman, namun serangan-serangan pasukan Yaman, di Laut Merah tidak juga mereda. (HS)

342/

Your Comment

You are replying to: .
captcha